Motivator
Tanpa Bicara
Oleh :
Widya Purnama Putri
Seorang
remaja putri berusia 17 tahun, dia seorang yang modis dan gaul. Dia cantik dan
sering memenangkan kontes model, prestasi akademik disekolahnya pun tidak
terlalu mengecewakan. Anin namanya.
Aktivitas sehari-harinya sangat padat, sekolah eskul, dan bimbel. Sebenarnya
tidak terlalu padat juga, hanya dia yang mencoba menyibukkan diri diluar karena
merasa tidak betah jika berada di rumah.
Salah
satu penyebab ia tidak merasa nyaman di rumah adalah karena keberadaan adik
laki-lakinya, Edwin. Edwin tidak kalah manis dan tampan dari Anin, ia pun
pintar. Anin merasa Edwin selalu mengganggunya, selalu mengajaknya bicara yang
tidak penting. Anin selalu risih jika Edwin menghampirinya, karena ia merasa
Edwin adalah pengganggu, perusak, penghancur dan sebagainya sehinggan ia kurang
menyukai adik bungsunya yang berusia 8 tahun itu.
Padahal
Edwin hanya ingin bicara melepas rindu pada kakaknya yang jarang berada dirumah
itu. Edwin adalah salah satu fans kakaknya atas kecantikan Anin, kepintaran,
dan piala-piala di rumah hasil prestasi Anin dalam berbagai lomba. Edwin
berpikir bahwa kakaknya merupakan sumber inspirasi yang nyata. Edwin sampai
menulis di madding kamarnya sebagai kata-kata motivasi “aku ingin seperti
kakak, pintar seperti kakak, dan berprestasi seperti kakak. Sukses seperti
kakak adalah hakku juga”.
Suatu
hari Anin sedang berada dirumah. Dia tengah asyik chating di facebook dengan
laptopnya. Ternyata Edwin sudah berada didepan kamar Anin sekitar lima menit
yang lalu, mengintip kakaknya lewat jendela kamar , ia ingin tahu apa yang
dikerjakan kakaknya. Saat sudah merasa puas, Edwin lalu bergegas ke kamarnya
dan menulis dibuku diarynya. “berarti, mainan orang pintar itu laptop, bukan …
“ sambil melirik pada PS 2 disebelah kanannya.
Setiap
Edwin meghampiri Anin di kamarnya, Anin mengusirnya dengan nada sedikit
menyentak.
“gak tau lah de, keluar sana”
atau
“kamu kan bisa tanya mamah”
“kakak lagi sibuk de. Nanyanya entar aja ya”
“de ngerti kakak donk, lagi mumet nih”
Sampai
suatu ketika, setelah Edwin keluar dari kamar Anin, ia menghampiri mamahnya
yang sedang memasak didapur dan bertanya.
“mah, ko kakak setiap aku samperin
kayaknya ngusir aku? Kakak ga suka yah sama aku? Atau kakak ga mau ketemu aku.
Emang aku salah yah?”
“engga ko sayang, ga gitu. Mungkin kakak
kamu lagi cape, atau lagi sibuk belajar jadi ga mau diganggu dulu”
“iya kali ya mah, yaudah deh aku ga
bakalan nyamperin kakak lagi biar kakak bisa konsentrasi belajarnya dan tambah pintar”
sambil tersenyum dengan bijaksananya Edwin berpikir positive terhadap sikap
kakaknya.
Mamah
pun pernah menyinggung Anin mengenai sikapnya yang terlalu acuh kepada adiknya,
dan menasihatinya agar tidak terlalu seperti itu, namun Anin tidak memikirkannya
sedikit pun.
Sampai
pada suatu hari, ketika hari itu
merupakan hari perpisahan di SD Edwin. Ia akan menampilkan sesuatu dan meminta
kepada semua keluarganya agar hadir pada acara itu khususnya kepada kakaknya.
dengan sedikit paksaan mamahnya, Anin pun datang.
Sampai
di acara itu, Anin disambut oleh teman-teman Edwin.
“Hai kak, kakaknya Edwin itu ya? Waaah
Kakak cantik banget, lebih dari yang kubayangkan saat Edwin ceritakan”
Anin
bingung dengan sikap semua teman-teman Edwin yang seolah-olah telah mengenalnya.
Anin pun dikejutkan dengan suara yang terdengar dari panggung, itu adalah suara
Edwin menyanyikan lagu ciptaannya khusus untuk Anin diiringi dengan sebuah
piano.
Tanpa
dia sadari..
Dia
membuatku beranjak dari kursi goyang
Atau
ayunan dan perosotan batman
Dialah
motivator tanpa bicara
Bisikanku
hari ini...
Aku
ingin seperti dia Tuhan,
Seperti
kakakku disebrang sanah
Sebrang
jendela kamarku
Aku
ingin seperti dia...
Dan
pada akhir acara, saat pemberitahuan juara umum kelas dan ternyata Edwin lah
orangnya. Air mata haru dan bersalah Anin mengalir menatap bocah lugu yang
memberi sambutan terima kasih untuk Anin sebagi orang motivator utamanya. Anin
pun sadar, ternyata Edwin sangat
menyayanginya dan mengaguminya, tak terkecuali ibu dan ayahnya yang ikut
meneteskan air mata haru dan bangga. Anin langsung memeluk adiknya itu
menumpahkan rasa bersalahnya dan berjanji untuk selalu menjaganya dan
membimbingnya sebagai kakak yang diinginkan Edwin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar