sad ending short story, lets play your eye and imagination ^^
Bukan Cinta Yang Bertepuk Sebelah Tangan
Karya : Widya
Purnama Putri
Sentuhan
angin malam dan sang purnama menemaniku berjalan dengan langkah santai dan teratur.
Iringan
suara binatang malam menyamarkan hentakan kaki seorang laki-laki yang aku tau
telah mengikutiku sedari tadi. Saat kurasa ini waktu yang tepat untuk
membalikan badan, pandanganku langsung tertuju pada Deris.
“sampai
kapan kamu mau ngikutin aku?”
“hmmm…
kamu gak kangen sama aku?” jawabnya geer.
Spontan
aku menjawab “tidak”. Dia terlihat berpikir dan mencoba membantah.
“oya?? Yang bener ? gak bohong, alaah mengaku
aja deh, kamu pasti kangen kan sama aku, jujurlah, sebelum kamu nyesel dan
mumpung aku ada disini, soalnya aku bakal pergi lagi jam dua belas malem”
Aku
terdiam menarik nafas sekali, heran dengan laki-laki satu ini yang tiba-tiba
datang dengan pertanyaan-pertanyaan konyol dan jawabanku yang terdengar spontan
tanpa pikir panjang.
“emangnya
kamu Cinderella pergi jam dua belas, berhubung kamu bukan cinderella, kamu
boleh pergi sekarang”
Kelihatannya
dia menyerah dan mulai mengerti bahwa ini memang serius, aku sama sekali tidak merindukannya.
“aku
gak percaya Vi, kamu bener-bener udah ngelupain aku!”
“Tentu”
ketusku
Melihat
wajahnya yang tampak sangat kebingungan, aku pun berikan pernyataan yang
membuat dia mengerti, dengan sedikit aba-aba aku jelaskan bahwa sejak dulu aku
sudah menyukai Deris tapi dia sendiri yang tak pernah mengerti karena jelas itu
membuat hatiku galau.
Tanpa
sadar, aku memaparkan dengan cucuran air mata sambil menatap pria yang terlihat
tanpa dosa melakukan itu.
Setelah
beberapa detik membuat jeda pada pertemuan ini, setelah akhirnya laki-laki itu
membuka mulut yang membuatku sangat penasaran apa yang akan ia ucapkan setelah
mendengar kegalauan hati ini, yang sebenarnya tak membuatku berharap lagi
karena hati ini benar-benar sudah rapuh seakan sikapnya adalah petir yang masuk
menerobos dadaku sampai lubuk hati yang paling dalam.
“aku
cuman gak mau kamu sedih untuk kepergianku yang kedua dan terakhir, untuk selamanya”
Aku membuka mata dan mengakhiri
cerita dari bunga tidurku pagi ini dari deringan HP yang ternyata dari mantan
sahabatku, Wedis. Tak ku angkat lansung telepon itu, aku bingung dengan ucapan
terakhir seorang laki-laki “kepergian
yang kedua dan selamanya? ? ? ? ?” ucapku dalam hati.
Telepon itu mati sebelum sempat
kuangkat, ternyata panggilan itu telah tiga kali berulang saat ku sedang
tertidur. Kuabaikan itu dan langsung mengambil handuk untuk mandi.
Sampai disekolah, aku langsung mengerjakan
tugas dari jabatan sekertarisku untuk mengisi agenda dengan keterangan absen,
1. Deris
Rafa : tanpa keterangan.
2. Raputri
Wedis : tanpa keterangan
“kemana
Deris sudah lima hari dia absen tanpa keterangan”
Sangat pelan aku bertanya itu untuk penasaranku
sendiri karena tak berharap mendapat jawabannya dari siapapun namun Vira yang
ternyata sudah berada disampingku mendengarnya.
“Ciyeee..
katanya udah lupain dia, katanya udah benci dia, sakit hati cinta bertepuk
sebelah tangan gara-gara empat hari ini dia ga bales sms kamu.. tapi kok masih
khawatirin dia” sambil jahil mencubitku, Vira meledek yang ku balas hanya
dengan senyuman.
“hmmm
maaf deh.. ga usah sedih gitu, eh tapi Deris itu kayanya munafik yah. Bisa
bisanya dia nolak cewek secantik kamu, terus aku juga aneh tumben-tumben kamu
suka sama cowo ga sekaya Faris atau Gian atau Aris he, mantan-mantan kamu kan…”
Aku potong ucapan Vira yang terasa
menyinggung perasaanku secara double karena mengatakan hal yang membuatku
terlihat cewe cimat alias cinta matre, padahal aku pikir itu hanya kebetulan aku
memiliki mantan yang kaya, gaul dst dll dsb jauh ketimbang Deris yang kutu
buku, simpel, cerdas, dan yang terpenting DIA TERNYATA TIDAK MENYUKAIKU.
Padahal sebelum menyukai mantan-mantanku, aku lebih dulu menyukai Deris. tidak
ada yang pernah tau, teman-teman dekatku pun tidak. Dulu aku sangat dekat
dengannya, sering hang out bareng bahkan saat aku punya pacar, yang jadi
masalah adalah aku dan Deris tidak pernah jadian.
“Aku memang bukan tipenya aja kali Vir, hmmm
Wedis kemana nih ga ada surat keterangannya”
“moving
on failure yah inget dia lagi, haha.. Mmmm Wedis? Ga tau tuh”
“Engga..
bukan gitu tadi malem…”
Aku terasa linglung karena teringat
buah tidurku tadi malam yang akan kuceritakan pada Vira, namun ternyata bel
telah berteriak bersamaan dengan guru bahasa Indonesia yang masuk ke kelas.
Getaran HP ku berbunyi oleh
datangnya SMS dari Wedis yang isinya membuatku penasaran dan membuatku bertanya-tanya,
dia tidak masuk hari ini namun menyuruhku datang kerumahnya setelah pulang
sekolah.
Ditemani amang supir angkot yang
kebetulan memang angkot yang ditumpangiku kosong menuju rumah Wedis aku
menebak-nebak mengapa Wedis menyuruhku berkunjung. Aku tidak akan sepenasaran
ini kalo saja Wedis bukan orang yang membuatku cemburu pada Deris karena dulu
Wedis dan Deris terlihat sangat akrab dikelas bahkan dulu aku menyangka mereka
berdua memiliki ikatan resmi yaitu PACARAN. Maka dari itu aku sempat mengira
Wedis akan melabrakku karena menyukai Deris tapi aku yakin itu salah.
Bahkan dulu aku dan Wedis akrab
bersahabat makanya mengapa aku menyebutnya mantan sahabat. Terdengar sangat
jahat, namun itulah aplikasi dari kekuatan rasa cemburu, power of jealous. Aku
perlahan pergi darinya karena aku pikir dia menusukku lewat belakang karena
merebut Deris dariku, padahal pada kenyataannya Wedis tidak seperti itu akunya
saja lebay, mau mendekatinya lagi aku malu.
Aku juga sempat teringat, bahwa yang
membuatku berani mengatakan pada diriku sendiri dan orang lain bahwa aku
menyukai Deris adalah ketika aku cemburu melihat Deris dengan wanita lain.
Bukankah cemburu itu tanda sayang.
****
Wedis mengawali bicara di pertemuan
ini dengan cerita tidak masuknya dia ke sekolah yaitu karena mengantar Deris ke
rumah sakit. Awal yang sudah membuatku terkejut dan semakin membuatku penasaran
dengan kalimat-kalimat selanjutnya yang akan diucapkan Wedis.
Semakin
terkejut, tak percaya, terharu, sedih, semuanya campur aduk satu paket setelah
Wedis menceritakan mengenai Deris yang sedang sekarat di rumah sakit melawan
kangker darah yang dideritanya dan seolah telah ditentukan saat awal
pertarungan bahwa Deris yang akan kalah.
Yang lebih menyayat hati adalah
ketika Wedis memberikan HPnya yang sudah ia alihkan ke pesan masuk agar aku
dapat langsung membaca SMS dari Deris yang tak lain adalah curahan hatinya yang
ditujukan kepadaku.
”Sejak
dulu aku sudah menyukainya, namun dia seakan menuntut ini itu pada seseorang
yang ingin menjadi kekasihnya, dan aku takut itu tak bisa aku capai”
Aku tak mengerti, dan seolah wedis
telah mengerti apa yang aku inginkan dia pun menjelaskan secara panjang lebar
kepadaku bahwa Deris memang juga menyukaiku sejak dulu sebelum aku mempunyai
kekasih, bahkan saat aku mempunyai kekasih sampai saat aku sendiri pun
begitu, tapi dulu saat aku yang konyol
dan saat aku juga sering SMSan dan curhat pada Deris, ternyata yang terjadi
adalah... Deris merasa minder terhadapku.
Saat
aku pikir aku telah mengerti, aku membaca
SMS selanjutnya.
“dulu
Wilvi selalu ceritakan padaku, mengenai kekasih-kekasihnya yang dia keluhkan
terhadap kelebihan yang dia mau namun tak mereka miliki. Wilvi lebih selalu melihat kelebihan yang dimiliki
kekasihnya”
Aku semakin mengerti dengan pemikiran
Deris yang sangat kritis itu aku mulai menyadari sesuatu bahwa yang dikatakan
Vira tadi pagi mungkin benar kalo aku.. bisa dibilang wanita dangkal yang
selalu melihat kelebihan yang menonjol pada pria, cewek matre.
Dalam
hati aku menjawab bahwa aku pun tak bermaksud mengerti baru sekarang saat
semuanya sudah seperti ini dan tidak mengerti dirimu pada saat kau menyukaiku,
tapi aku juga baru sadar dan mengerti dan aku sadar setelah aku cemburu pada
Wedis. Aku sangat menyesal bila akhirnya aku tau akan seperti ini. Karena
memang ternyata aku pun menyukaimu sejak dulu.
Wedis menyadarkan aku dari lamunan
yang diiringi aliran air mata dipipiku.
“Dia
pernah menyesal bermaksud melupakanmu dan menghapus rasa untukmu Vi..”
kalimat
Wedis itu membuatku semakin merasa bersalah dan menyesal pada diriku sendiri.
sungguh ini kondisi yang membuatku sangat sedih dan sangat menyesal tapi entah
apa yang harus ku lakukan.
“coba
kau pikir, sekarang kau berat merasakan ini, bagaimana Deris yang sudah lama
menyimpan semuanya?”
Wedis kembali membuat hatiku semakin
perih, air mataku semakin deras mengalir membuat jantungku seakan berhenti
berdetak atau karena berdetak terlalu kencang, entahlah aku tak bisa merasakan
lagi apapun hanya dadaku terasa sesak menyaksikan semua ini
****
Aku
tak bisa terlelap malam ini nafasku hampa. Aku merasa hatiku kosong hanya
karena aku ingin kekasih yang sempurna dimataku yang jelas-jelas dia ada
dihadapku dulu... tapi itu dulu.
Aku memang gembira saat aku tau
cintaku ternyata tidak bertepuk sebelah tangan, namun susunan klimaks yang
membuat cerita ini beralur berputar dan menyedihkan. Dan aku tak suka.
Kedatanganku ke rumah Wedis bagai
pemberitahuan berakar dari hidup dan hatiku bahwa aku ini memang wanita
dangkal, bahwa tenyata Deris menyukaiku juga, bahwa Deris minder terhadap
tuntutan-tuntutanku tapi itu menurutnya, dan bahwa orang yang membuatku cemburu
dan yang kusebut mantan sahabat itu
ternyata adalah sepupu Deris. Aku semakin terlihat jahat pada
Wedis, sahabatku sendiri.
Sungguh kata maaf yang paling besar
pun tidak akan berguna untuk dua orang ini.
Aku melihat lagi SMS yang dikirimkan
Deris untukku lewat Wedis yang di forward ke HPku. Kalimat perpisahnnya yang
menyuruhku perlahan melupakan Deris dan mengakhiri perasaanku untuknya, aku
telah berjanji pada Wedis untuk mengiyakan keinginan Deris.
Namun, ingin sekali kuungkapkan
sebuah kalimat terakhir untuknya namun aku tak mau dia tau bahwa aku
mengkhianati janji perpisahan itu. Aku tak ingin menghilangkan perasaan ini,
karena aku tak akan mampu.
Pagi ini… dadaku terasa sangat sesak
lebih dari kemarin saat dirumah Wedis, darahku seakan berhenti mengalir ketika
Wedis mengirimiku SMS yang mungkin sulit untuk dicerna namun aku langsung
mengerti maksudnya.
“kau sudah bisa melupakannya tanpa
akan melihatnya kembali”
SMS
itu datang bersamaan dengan kalimat terakhir mimpi di malam itu.
“aku
cuman gak mau kamu sedih untuk kepergianku yang kedua dan terakhir, untuk selamanya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar