Minggu, 16 Maret 2014

CERPEN "Motivator Tanpa Bicara"

its true story, but ada polesan-polesan dikit biar lebih dramatis... lets read ^^



Motivator Tanpa Bicara

Oleh : Widya Purnama Putri



Seorang remaja putri berusia 17 tahun, dia seorang yang modis dan gaul. Dia cantik dan sering memenangkan kontes model, prestasi akademik disekolahnya pun tidak terlalu mengecewakan. Anin  namanya. Aktivitas sehari-harinya sangat padat, sekolah eskul, dan bimbel. Sebenarnya tidak terlalu padat juga, hanya dia yang mencoba menyibukkan diri diluar karena merasa tidak betah jika berada di rumah.

            Salah satu penyebab ia tidak merasa nyaman di rumah adalah karena keberadaan adik laki-lakinya, Edwin. Edwin tidak kalah manis dan tampan dari Anin, ia pun pintar. Anin merasa Edwin selalu mengganggunya, selalu mengajaknya bicara yang tidak penting. Anin selalu risih jika Edwin menghampirinya, karena ia merasa Edwin adalah pengganggu, perusak, penghancur dan sebagainya sehinggan ia kurang menyukai adik bungsunya yang berusia 8 tahun itu.

            Padahal Edwin hanya ingin bicara melepas rindu pada kakaknya yang jarang berada dirumah itu. Edwin adalah salah satu fans kakaknya atas kecantikan Anin, kepintaran, dan piala-piala di rumah hasil prestasi Anin dalam berbagai lomba. Edwin berpikir bahwa kakaknya merupakan sumber inspirasi yang nyata. Edwin sampai menulis di madding kamarnya sebagai kata-kata motivasi “aku ingin seperti kakak, pintar seperti kakak, dan berprestasi seperti kakak. Sukses seperti kakak adalah hakku juga”.

            Suatu hari Anin sedang berada dirumah. Dia tengah asyik chating di facebook dengan laptopnya. Ternyata Edwin sudah berada didepan kamar Anin sekitar lima menit yang lalu, mengintip kakaknya lewat jendela kamar , ia ingin tahu apa yang dikerjakan kakaknya. Saat sudah merasa puas, Edwin lalu bergegas ke kamarnya dan menulis dibuku diarynya. “berarti, mainan orang pintar itu laptop, bukan … “ sambil melirik pada PS 2 disebelah kanannya.

            Setiap Edwin meghampiri Anin di kamarnya, Anin mengusirnya dengan nada sedikit menyentak.

“gak tau lah de, keluar sana”

atau

“kamu kan bisa tanya mamah”

 “kakak lagi sibuk de. Nanyanya entar aja ya”

“de ngerti kakak  donk, lagi mumet nih”

            Sampai suatu ketika, setelah Edwin keluar dari kamar Anin, ia menghampiri mamahnya yang sedang memasak didapur dan bertanya.

“mah, ko kakak setiap aku samperin kayaknya ngusir aku? Kakak ga suka yah sama aku? Atau kakak ga mau ketemu aku. Emang aku salah yah?”

“engga ko sayang, ga gitu. Mungkin kakak kamu lagi cape, atau lagi sibuk belajar jadi ga mau diganggu dulu”

“iya kali ya mah, yaudah deh aku ga bakalan nyamperin kakak lagi biar kakak bisa konsentrasi belajarnya dan tambah pintar” sambil tersenyum dengan bijaksananya Edwin berpikir positive terhadap sikap kakaknya.

            Mamah pun pernah menyinggung Anin mengenai sikapnya yang terlalu acuh kepada adiknya, dan menasihatinya agar tidak terlalu seperti itu, namun Anin tidak memikirkannya sedikit pun.

            Sampai pada suatu hari, ketika  hari itu merupakan hari perpisahan di SD Edwin. Ia akan menampilkan sesuatu dan meminta kepada semua keluarganya agar hadir pada acara itu khususnya kepada kakaknya. dengan sedikit paksaan mamahnya, Anin pun datang.

            Sampai di acara itu, Anin disambut oleh teman-teman Edwin.

“Hai kak, kakaknya Edwin itu ya? Waaah Kakak cantik banget, lebih dari yang kubayangkan saat Edwin ceritakan”

            Anin bingung dengan sikap semua teman-teman Edwin yang seolah-olah telah mengenalnya. Anin pun dikejutkan dengan suara yang terdengar dari panggung, itu adalah suara Edwin menyanyikan lagu ciptaannya khusus untuk Anin diiringi dengan sebuah piano.



Tanpa dia sadari..

Dia membuatku beranjak dari kursi goyang

Atau ayunan dan perosotan batman

Dialah motivator tanpa bicara



Bisikanku hari ini...

Aku ingin seperti dia Tuhan,

Seperti kakakku disebrang sanah

Sebrang jendela kamarku

Aku ingin seperti dia...





            Dan pada akhir acara, saat pemberitahuan juara umum kelas dan ternyata Edwin lah orangnya. Air mata haru dan bersalah Anin mengalir menatap bocah lugu yang memberi sambutan terima kasih untuk Anin sebagi orang motivator utamanya. Anin pun sadar,  ternyata Edwin sangat menyayanginya dan mengaguminya, tak terkecuali ibu dan ayahnya yang ikut meneteskan air mata haru dan bangga. Anin langsung memeluk adiknya itu menumpahkan rasa bersalahnya dan berjanji untuk selalu menjaganya dan membimbingnya sebagai kakak yang diinginkan Edwin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar