Minggu, 16 Maret 2014

CERPEN "Bukan Cinta yang Bertepuk Sebelah Tangan"


sad ending short story, lets play your eye and imagination ^^


Bukan Cinta Yang Bertepuk Sebelah Tangan
Karya  : Widya Purnama Putri

Sentuhan angin malam dan sang purnama menemaniku berjalan dengan  langkah santai dan teratur.
Iringan suara binatang malam menyamarkan hentakan kaki seorang laki-laki yang aku tau telah mengikutiku sedari tadi. Saat kurasa ini waktu yang tepat untuk membalikan badan, pandanganku langsung tertuju pada Deris.
“sampai kapan kamu mau ngikutin aku?”
“hmmm… kamu gak kangen sama aku?” jawabnya geer.
Spontan aku menjawab “tidak”. Dia terlihat berpikir dan mencoba membantah.
 “oya?? Yang bener ? gak bohong, alaah mengaku aja deh, kamu pasti kangen kan sama aku, jujurlah, sebelum kamu nyesel dan mumpung aku ada disini, soalnya aku bakal pergi lagi jam dua belas malem”
Aku terdiam menarik nafas sekali, heran dengan laki-laki satu ini yang tiba-tiba datang dengan pertanyaan-pertanyaan konyol dan jawabanku yang terdengar spontan tanpa pikir panjang. 
“emangnya kamu Cinderella pergi jam dua belas, berhubung kamu bukan cinderella, kamu boleh pergi sekarang”
Kelihatannya dia menyerah dan mulai mengerti bahwa ini memang serius,  aku sama sekali tidak merindukannya.
“aku gak percaya Vi, kamu bener-bener udah ngelupain aku!”
“Tentu” ketusku
Melihat wajahnya yang tampak sangat kebingungan, aku pun berikan pernyataan yang membuat dia mengerti, dengan sedikit aba-aba aku jelaskan bahwa sejak dulu aku sudah menyukai Deris tapi dia sendiri yang tak pernah mengerti karena jelas itu membuat hatiku galau.
Tanpa sadar, aku memaparkan dengan cucuran air mata sambil menatap pria yang terlihat tanpa dosa melakukan itu.
Setelah beberapa detik membuat jeda pada pertemuan ini, setelah akhirnya laki-laki itu membuka mulut yang membuatku sangat penasaran apa yang akan ia ucapkan setelah mendengar kegalauan hati ini, yang sebenarnya tak membuatku berharap lagi karena hati ini benar-benar sudah rapuh seakan sikapnya adalah petir yang masuk menerobos dadaku sampai lubuk hati yang paling dalam.
“aku cuman gak mau kamu sedih untuk kepergianku yang kedua dan terakhir,  untuk selamanya”

            Aku membuka mata dan mengakhiri cerita dari bunga tidurku pagi ini dari deringan HP yang ternyata dari mantan sahabatku, Wedis. Tak ku angkat lansung telepon itu, aku bingung dengan ucapan terakhir seorang laki-laki  “kepergian yang kedua dan selamanya? ? ? ? ?” ucapku dalam hati.
            Telepon itu mati sebelum sempat kuangkat, ternyata panggilan itu telah tiga kali berulang saat ku sedang tertidur. Kuabaikan itu dan langsung mengambil handuk untuk mandi.
            Sampai disekolah, aku langsung mengerjakan tugas dari jabatan sekertarisku untuk mengisi agenda dengan keterangan absen,
1.      Deris Rafa : tanpa keterangan.
2.      Raputri Wedis : tanpa keterangan
“kemana Deris sudah lima hari dia absen tanpa keterangan”
            Sangat pelan aku bertanya itu untuk penasaranku sendiri karena tak berharap mendapat jawabannya dari siapapun namun Vira yang ternyata sudah berada disampingku mendengarnya.
“Ciyeee.. katanya udah lupain dia, katanya udah benci dia, sakit hati cinta bertepuk sebelah tangan gara-gara empat hari ini dia ga bales sms kamu.. tapi kok masih khawatirin dia” sambil jahil mencubitku, Vira meledek yang ku balas hanya dengan senyuman.
“hmmm maaf deh.. ga usah sedih gitu, eh tapi Deris itu kayanya munafik yah. Bisa bisanya dia nolak cewek secantik kamu, terus aku juga aneh tumben-tumben kamu suka sama cowo ga sekaya Faris atau Gian atau Aris he, mantan-mantan kamu kan…”
            Aku potong ucapan Vira yang terasa menyinggung perasaanku secara double karena mengatakan hal yang membuatku terlihat cewe cimat alias cinta matre, padahal aku pikir itu hanya kebetulan aku memiliki mantan yang kaya, gaul dst dll dsb jauh ketimbang Deris yang kutu buku, simpel, cerdas, dan yang terpenting DIA TERNYATA TIDAK MENYUKAIKU. Padahal sebelum menyukai mantan-mantanku, aku lebih dulu menyukai Deris. tidak ada yang pernah tau, teman-teman dekatku pun tidak. Dulu aku sangat dekat dengannya, sering hang out bareng bahkan saat aku punya pacar, yang jadi masalah adalah aku dan Deris tidak pernah jadian.
 “Aku memang bukan tipenya aja kali Vir, hmmm Wedis kemana nih ga ada surat keterangannya”
“moving on failure yah inget dia lagi, haha.. Mmmm Wedis? Ga tau tuh”
“Engga.. bukan gitu tadi malem…”
            Aku terasa linglung karena teringat buah tidurku tadi malam yang akan kuceritakan pada Vira, namun ternyata bel telah berteriak bersamaan dengan guru bahasa Indonesia yang masuk ke kelas.
            Getaran HP ku berbunyi oleh datangnya SMS dari Wedis yang isinya membuatku penasaran dan membuatku bertanya-tanya, dia tidak masuk hari ini namun menyuruhku datang kerumahnya setelah pulang sekolah.
            Ditemani amang supir angkot yang kebetulan memang angkot yang ditumpangiku kosong menuju rumah Wedis aku menebak-nebak mengapa Wedis menyuruhku berkunjung. Aku tidak akan sepenasaran ini kalo saja Wedis bukan orang yang membuatku cemburu pada Deris karena dulu Wedis dan Deris terlihat sangat akrab dikelas bahkan dulu aku menyangka mereka berdua memiliki ikatan resmi yaitu PACARAN. Maka dari itu aku sempat mengira Wedis akan melabrakku karena menyukai Deris tapi aku yakin itu salah.
            Bahkan dulu aku dan Wedis akrab bersahabat makanya mengapa aku menyebutnya mantan sahabat. Terdengar sangat jahat, namun itulah aplikasi dari kekuatan rasa cemburu, power of jealous. Aku perlahan pergi darinya karena aku pikir dia menusukku lewat belakang karena merebut Deris dariku, padahal pada kenyataannya Wedis tidak seperti itu akunya saja lebay, mau mendekatinya lagi aku malu.
            Aku juga sempat teringat, bahwa yang membuatku berani mengatakan pada diriku sendiri dan orang lain bahwa aku menyukai Deris adalah ketika aku cemburu melihat Deris dengan wanita lain. Bukankah cemburu itu tanda sayang.
****
            Wedis mengawali bicara di pertemuan ini dengan cerita tidak masuknya dia ke sekolah yaitu karena mengantar Deris ke rumah sakit. Awal yang sudah membuatku terkejut dan semakin membuatku penasaran dengan kalimat-kalimat selanjutnya yang akan diucapkan Wedis.
Semakin terkejut, tak percaya, terharu, sedih, semuanya campur aduk satu paket setelah Wedis menceritakan mengenai Deris yang sedang sekarat di rumah sakit melawan kangker darah yang dideritanya dan seolah telah ditentukan saat awal pertarungan bahwa Deris yang akan kalah.
            Yang lebih menyayat hati adalah ketika Wedis memberikan HPnya yang sudah ia alihkan ke pesan masuk agar aku dapat langsung membaca SMS dari Deris yang tak lain adalah curahan hatinya yang ditujukan kepadaku.
”Sejak dulu aku sudah menyukainya, namun dia seakan menuntut ini itu pada seseorang yang ingin menjadi kekasihnya, dan aku takut itu tak bisa aku capai”
            Aku tak mengerti, dan seolah wedis telah mengerti apa yang aku inginkan dia pun menjelaskan secara panjang lebar kepadaku bahwa Deris memang juga menyukaiku sejak dulu sebelum aku mempunyai kekasih, bahkan saat aku mempunyai kekasih sampai saat aku sendiri pun begitu,  tapi dulu saat aku yang konyol dan saat aku juga sering SMSan dan curhat pada Deris, ternyata yang terjadi adalah... Deris merasa minder terhadapku.
Saat aku pikir aku telah mengerti,  aku membaca SMS selanjutnya.
“dulu Wilvi selalu ceritakan padaku, mengenai kekasih-kekasihnya yang dia keluhkan terhadap kelebihan yang dia mau namun tak mereka miliki. Wilvi lebih  selalu melihat kelebihan yang dimiliki kekasihnya”
            Aku semakin mengerti dengan pemikiran Deris yang sangat kritis itu aku mulai menyadari sesuatu bahwa yang dikatakan Vira tadi pagi mungkin benar kalo aku.. bisa dibilang wanita dangkal yang selalu melihat kelebihan yang menonjol pada pria, cewek matre.
Dalam hati aku menjawab bahwa aku pun tak bermaksud mengerti baru sekarang saat semuanya sudah seperti ini dan tidak mengerti dirimu pada saat kau menyukaiku, tapi aku juga baru sadar dan mengerti dan aku sadar setelah aku cemburu pada Wedis. Aku sangat menyesal bila akhirnya aku tau akan seperti ini. Karena memang ternyata aku pun menyukaimu sejak dulu.
            Wedis menyadarkan aku dari lamunan yang diiringi aliran air mata dipipiku.
“Dia pernah menyesal bermaksud melupakanmu dan menghapus rasa untukmu Vi..”
kalimat Wedis itu membuatku semakin merasa bersalah dan menyesal pada diriku sendiri. sungguh ini kondisi yang membuatku sangat sedih dan sangat menyesal tapi entah apa yang harus ku lakukan.
“coba kau pikir, sekarang kau berat merasakan ini, bagaimana Deris yang sudah lama menyimpan semuanya?”
            Wedis kembali membuat hatiku semakin perih, air mataku semakin deras mengalir membuat jantungku seakan berhenti berdetak atau karena berdetak terlalu kencang, entahlah aku tak bisa merasakan lagi apapun hanya dadaku terasa sesak menyaksikan semua ini
****
Aku tak bisa terlelap malam ini nafasku hampa. Aku merasa hatiku kosong hanya karena aku ingin kekasih yang sempurna dimataku yang jelas-jelas dia ada dihadapku dulu... tapi itu dulu.
            Aku memang gembira saat aku tau cintaku ternyata tidak bertepuk sebelah tangan, namun susunan klimaks yang membuat cerita ini beralur berputar dan menyedihkan. Dan aku tak suka.
            Kedatanganku ke rumah Wedis bagai pemberitahuan berakar dari hidup dan hatiku bahwa aku ini memang wanita dangkal, bahwa tenyata Deris menyukaiku juga, bahwa Deris minder terhadap tuntutan-tuntutanku tapi itu menurutnya, dan bahwa orang yang membuatku cemburu dan yang kusebut mantan sahabat itu  ternyata adalah sepupu Deris. Aku semakin terlihat jahat pada Wedis,  sahabatku sendiri.
            Sungguh kata maaf yang paling besar pun tidak akan berguna untuk dua orang ini.
            Aku melihat lagi SMS yang dikirimkan Deris untukku lewat Wedis yang di forward ke HPku. Kalimat perpisahnnya yang menyuruhku perlahan melupakan Deris dan mengakhiri perasaanku untuknya, aku telah berjanji pada Wedis untuk mengiyakan keinginan Deris.
            Namun, ingin sekali kuungkapkan sebuah kalimat terakhir untuknya namun aku tak mau dia tau bahwa aku mengkhianati janji perpisahan itu. Aku tak ingin menghilangkan perasaan ini, karena aku tak akan mampu.

            Pagi ini… dadaku terasa sangat sesak lebih dari kemarin saat dirumah Wedis, darahku seakan berhenti mengalir ketika Wedis mengirimiku SMS yang mungkin sulit untuk dicerna namun aku langsung mengerti maksudnya.
“kau sudah bisa melupakannya tanpa akan melihatnya kembali”
SMS itu datang bersamaan dengan kalimat terakhir mimpi di malam itu.

“aku cuman gak mau kamu sedih untuk kepergianku yang kedua dan terakhir,  untuk selamanya”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar